WARTAXPRESS.comKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi kuota haji yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp1 triliun. Hingga saat ini, lembaga antirasuah tersebut telah memeriksa sekitar 300 penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) dari total 400 biro travel yang terdaftar di Indonesia.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh sebagai bagian dari kerja sama antara KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Langkah ini menunjukkan komitmen bersama dalam menuntaskan perkara kuota haji,” ujarnya di Jakarta, Jumat 24 Oktober 2025.

Budi menegaskan, penetapan tersangka masih menunggu hasil pengumpulan bukti oleh tim penyidik. “Semuanya akan disampaikan kepada publik pada waktunya, termasuk siapa saja pihak yang bertanggung jawab,” kata dia.

Dari total 400 biro travel, sekitar 70 persen telah diperiksa, sementara sisanya dijadwalkan dalam waktu dekat. Pemeriksaan difokuskan di daerah dengan jumlah penyelenggara haji terbanyak, seperti Jawa Timur, Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.

“Lebih dari 300 PIHK telah memberikan keterangan yang dibutuhkan auditor untuk menghitung potensi kerugian negara,” tambah Budi.

KPK sebelumnya telah menaikkan status perkara kuota haji tambahan 2024 ke tahap penyidikan. Sejumlah pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, telah dicegah bepergian ke luar negeri. Penyidik juga menggeledah kediaman Yaqut, kantor agen travel, serta Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag.

Dugaan korupsi berawal dari penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan 2024, yang seharusnya mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yaitu 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, realisasinya berubah menjadi 50%:50%, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut.

KPK menduga ada kerja sama antara pejabat Kemenag dan sejumlah biro travel dalam penetapan kuota tersebut, termasuk kemungkinan adanya aliran dana di balik penerbitan SK.

Dari hasil perhitungan sementara, sekitar 8.400 kuota haji reguler dialihkan menjadi kuota haji khusus yang bernilai lebih tinggi, menyebabkan potensi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun.

KPK menilai praktik ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi bentuk penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara serta calon jemaah haji reguler.

Dengan sebagian besar pemeriksaan telah rampung, publik kini menanti langkah tegas KPK dalam mengumumkan tersangka dan mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi kuota haji terbesar tahun 2025 ini.