WARTAXPREES.com – Aroma busuk bukan hanya datang dari tumpukan sampah, tapi juga dari balik meja birokrasi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Tangerang Selatan, WL, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten atas dugaan korupsi dalam proyek jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah tahun 2024.
Penetapan ini diumumkan langsung oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna, Selasa, 15 April 2025.
Bersamaan dengan itu, WL juga langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Negara Kelas II B Pandeglang.
“Pada hari Selasa, 15 April 2025, Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Banten telah melakukan penahanan terhadap tersangka WL,” ujar Rangga dalam keterangan persnya.
Menurut hasil penyidikan, WL diduga kuat menjadi aktor utama di balik permainan proyek dengan nilai kontrak fantastis, mencapai Rp75,9 miliar.
Ia bersekongkol dengan Direktur PT EPP, SYM, untuk memuluskan jalan perusahaan tersebut sebagai pemenang tender, meskipun secara kapasitas dan fasilitas, PT EPP tidak layak menjalankan pekerjaan pengelolaan sampah.
Manipulasi dilakukan sejak tahap awal, termasuk mengakali Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) agar PT EPP lolos persyaratan sebagai penyedia jasa pengelolaan sampah, padahal hanya mampu melakukan pengangkutan.
Celakanya, item pekerjaan pengelolaan sampah senilai lebih dari Rp25,2 miliar sama sekali tidak dilaksanakan oleh perusahaan tersebut.
“Fakta penyidikan menunjukkan adanya persekongkolan antara tersangka WL dan SYM. Persekongkolan itu bertujuan untuk memenangkan PT EPP dalam proyek ini,” jelas Rangga.
Rinciannya, proyek ini terbagi dua bagian: jasa pengangkutan senilai Rp50,7 miliar dan pengelolaan senilai Rp25,2 miliar.
Namun hanya satu yang dikerjakan. Yang lebih mencengangkan, PT EPP bahkan tidak memiliki sarana yang diwajibkan untuk pengelolaan sampah, sehingga dugaan kerugian negara pun menguap dari sisa proyek yang mangkrak.
Kini, WL dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20/2001, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya bukan main: pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda miliaran rupiah.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pengelolaan lingkungan yang semestinya bersih, namun justru tercemar oleh korupsi.
Warga pun dibuat geram, lantaran uang rakyat yang semestinya digunakan untuk pelayanan publik justru ditimbun untuk kepentingan pribadi.