WARTAXPRESS.com – Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang menurunkan tim teknis untuk menindaklanjuti laporan dugaan pencemaran udara yang diduga berasal dari aktivitas pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) milik PT Sukses Logam Indonesia (PT SLI) di kawasan Sentul, Balaraja.
Langkah ini diambil setelah DLHK menerima aduan masyarakat terkait adanya bau menyengat dan asap pekat yang muncul di sekitar lokasi perusahaan.
Laporan tersebut memicu kekhawatiran akan dampak negatif terhadap kesehatan warga dan kelestarian lingkungan sekitar.
Kepala DLHK Kabupaten Tangerang, Ujat Sudrajat mengatakan bahwa pihaknya serius menanggapi laporan ini. Ia menyebut, pada tahun 2022 lalu pabrik sempat diberhentikan sementara karena persoalan lingkungan.
“Untuk cerobong asapnya memang sudah berizin, tapi kan harus ada pemeliharaan setiap harinya. Ketika ada keluhan dari masyarakat, kami akan konsultasikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan segera tindak lanjuti,” Ujar Ujat di kutip Jumat 10 Oktober 2025.
Ujat menambahkan, pihaknya akan melakukan pengecekan langsung ke lokasi pabrik pada 15–16 Oktober mendatang.
Selain itu, DLHK juga akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk menindaklanjuti dampak kesehatan yang dialami warga akibat paparan asap dan debu dari aktivitas pabrik tersebut.
“Kami dari DLHK fokus pada aspek cerobong asapnya, dan nanti bersama dinas kesehatan akan melihat dampak yang dirasakan masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, Eneng Rohmah warga sekitar, yang rumahnya berjarak sekitar 10 meter dari lokasi pabrik, mengaku sudah merasakan dampak tersebut sejak tahun 2019. Ia mengatakan, aktivitas pabrik membuat warga kesulitan beristirahat karena kebisingan dan bau yang menyengat hampir setiap hari.
“Tidur pun terganggu karena bising, lantai rumah kotor oleh debu, dan bau dari pabrik bikin tenggorokan sakit serta kepala pusing. Kadang sampai mual,” ujar Eneng kepada warta ekspres Jumat 11 Oktober 2025.
Eneng juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi kesehatan keluarganya, terutama anaknya yang menderita asma.
“Kalau debunya sedang banyak, anak saya sering kambuh asmanya sampai harus dibawa ke IGD. Kami sudah capek dengan mediasi, harapan saya pabrik ini tutup atau pindah saja karena dampaknya sudah terlalu berat bagi warga,” tutupnya.