WARTAXPRESS.com – Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali jadi sorotan. Jumlah penumpang yang jauh di bawah target membuat kemampuan PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menanggung beban utang dipertanyakan.
Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H. Ganinduto, menilai pemerintah tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi kondisi ini.
“Proyek ini agenda negara. Kalau seluruh beban ditimpakan kepada PT KAI, maka risiko kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu,” tegasnya, dikutip dari Antara, Kamis 4 September 2025
Data menunjukkan, sepanjang 2024 jumlah penumpang Whoosh hanya sekitar 6 juta orang, jauh dari target tahunan yang dipatok 31 juta. Rendahnya okupansi ini dinilai mengkhawatirkan.
“Jika tren ini dibiarkan, utang infrastruktur tidak akan tertutup, bahkan bisa menyeret kinerja BUMN lain di dalam konsorsium,” lanjut Firnando.
Saat ini, restrukturisasi pinjaman senilai Rp6,9 triliun dari China Development Bank (CDB) sudah dilakukan. Namun, langkah itu dianggap belum cukup. Firnando menegaskan perlunya roadmap penyelesaian yang konkret.
“PR terbesar KAI sekarang adalah menyelamatkan Whoosh. Kalau masalah ini bisa diurai, bisnis KAI yang selama ini diapresiasi masyarakat bisa terus tumbuh. Kita butuh ide brilian dan keputusan cepat agar utang Whoosh tidak berubah jadi krisis BUMN,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa tanggungan Whoosh tidak hanya ada di PT KAI. Beban juga ditanggung PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara I yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
“Masalah ini harus ditangani serius agar tidak menimbulkan efek domino ke seluruh ekosistem BUMN. Jika kerugian terus berlanjut, investor asing bisa kehilangan kepercayaan terhadap iklim investasi Indonesia,” tutup Firnando.