TANGSEL, WARTAXPRESS.com — Puluhan warga Kampung Curug, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, memblokade akses masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang pada Senin malam (22/12/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kondisi TPA yang dinilai sudah membahayakan keselamatan dan lingkungan permukiman sekitar.

Blokade dimulai sekitar pukul 19.00 WIB. Lebih dari 50 warga berdiri menghadang deretan truk sampah yang hendak masuk ke kawasan TPA. Akibatnya, seluruh aktivitas pembuangan sampah ke TPA Cipeucang terhenti sementara.

Warga menilai kondisi TPA telah jauh melampaui batas kewajaran. Saat ini, TPA Cipeucang menampung sekitar 800 hingga 1.000 ton sampah per hari, padahal kapasitas idealnya hanya sekitar 400 ton. Overkapasitas tersebut menyebabkan gunungan sampah menjulang tinggi dan berada sangat dekat dengan rumah warga.

“Sampah yang sudah overload itu hampir menimpa rumah warga, termasuk keluarga saya sendiri. Itulah alasan kami bergerak malam ini,” ujar Cecilia, salah satu perwakilan warga, saat ditemui di lokasi aksi.

Selain ancaman longsoran sampah, warga juga mengeluhkan kerusakan lingkungan yang semakin parah. Kali Cirompang yang melintas di sekitar TPA mengalami pendangkalan ekstrem akibat timbunan sampah. Kedalaman sungai kini hanya tersisa sekitar 30 sentimeter, sehingga kawasan sekitar kerap dilanda banjir saat hujan deras.

Kritik juga diarahkan pada kebijakan kompensasi yang diberikan pemerintah. Warga mengaku hanya menerima uang sebesar Rp250.000 per tahun atau sekitar Rp20.000 per bulan, yang dinilai tidak sebanding dengan risiko kesehatan, pencemaran lingkungan, serta ancaman keselamatan jiwa yang mereka hadapi setiap hari.

“Itu bukan kompensasi, tapi seperti penghinaan,” kata salah satu warga lainnya.

Dalam aksinya, warga menyampaikan sejumlah tuntutan. Mereka meminta pemerintah menghentikan sementara pembuangan sampah ke zona TPA yang sudah kritis serta segera mengambil langkah nyata dalam pengelolaan sampah.

Warga juga menolak alasan pemerintah yang kerap menjanjikan perbaikan pada tahun anggaran berikutnya. Menurut mereka, krisis di Cipeucang membutuhkan penanganan segera, bukan sekadar janji.

“Kalau nanti sampah menumpuk di kota karena truk tidak bisa masuk, itu bukan salah warga. Itu kegagalan manajemen pemerintah,” tegas Cecilia.

Ia menambahkan, persoalan utama bukan sekadar besaran kompensasi, melainkan perubahan sistem pengelolaan sampah yang dinilai masih mengandalkan metode penimbunan tanpa solusi jangka panjang.

“Ini bukan soal uang, tapi soal bagaimana pemerintah berhenti hanya menumpuk sampah dan mulai mengelolanya dengan benar,” tutupnya.