WARTAXPRESS.com – Universitas Indonesia (UI) mendapat sorotan tajam setelah menghadirkan akademisi kontroversial pro-Zionis Israel, Peter Berkowitz, dalam Orientasi Program Pascasarjana 2025 pada Sabtu, 23 Agustus 2025. Selain Berkowitz, acara tersebut juga menghadirkan Heri Hermansyah dan Sigit P. Santosa sebagai pembicara.
Kritik pertama kali mencuat dari akun X @kastratof yang menuding UI telah mengundang sosok yang dikenal sebagai pendukung genosida Israel.
“Universitas Indonesia mengundang Peter Berkowitz, seorang zionis dan pembela genosida Israel, sebagai pembicara pada Orientasi Program Pascasarjana UI 2025. Berkowitz menulis banyak artikel mendukung genosida di Palestina dan pernah menjabat Direktur Perencanaan Kebijakan pada era Trump,” tulis akun tersebut.
Informasi ini segera menuai reaksi luas. Banyak warganet menyatakan kekecewaan di kolom komentar akun resmi Instagram UI. Gelombang kritik publik akhirnya direspons pihak kampus.
“Terima kasih atas kritik yang telah kakak sampaikan kepada kami. Kasus ini menjadi pembelajaran agar lebih selektif dalam mengundang akademisi internasional ke depannya,” tulis UI melalui akun resminya, dikutip Beritasatu, Minggu 24 Agustus 2025.
Direktur Humas UI, Arie Afriansyah, juga menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang aktif memberi masukan.
“UI berterima kasih kepada semua pihak atas kritik yang bersifat konstruktif,” ujarnya.
Arie menegaskan, sikap UI tetap konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina sebagaimana amanat UUD 1945. Bahkan, Rektor UI Heri Hermansyah pernah menyampaikan dukungan langsung kepada Duta Besar Palestina saat kunjungannya pada 17 Januari 2025.
Menurut Arie, kehadiran Berkowitz semata ditujukan untuk kepentingan akademis, yaitu memperkaya wawasan mahasiswa pascasarjana dalam bidang sains, sosial humaniora, teknologi, hingga teknik.
“Tidak ada maksud lain selain tujuan akademik,” jelasnya.
Namun, UI mengakui ada kelalaian dalam memeriksa latar belakang narasumber.
“Dengan rendah hati UI mengakui kurang cermat, dan untuk itu kami memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas kekhilafan ini,” pungkas Arie.
Peter Berkowitz sendiri dikenal sebagai akademisi yang vokal membela Israel. Saat ini ia menjabat sebagai Tad and Dianne Taube Senior Fellow di Hoover Institution, Stanford University. Lulusan Swarthmore College, Hebrew University of Jerusalem, dan Yale University ini juga pernah menjabat sebagai Direktur Policy Planning di Departemen Luar Negeri AS pada masa pemerintahan Donald Trump.
Dalam berbagai publikasi, Berkowitz kerap menegaskan dukungannya terhadap Israel. Lewat bukunya Israel and the Struggle over the International Laws of War (2012), ia menolak laporan Goldstone Report dan membela operasi militer Israel sebagai tindakan sah. Di RealClearPolitics, tulisannya seperti “Explaining Israel’s Just War of Self-Defense to America” (Agustus 2024) dan “Disregarding Military Necessity to Accuse Israel of War Crimes” (Desember 2024) menegaskan posisi Israel sebagai pihak yang sah berperang, sembari menolak tuduhan genosida.
Berkowitz juga menilai Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bias terhadap Israel, serta mendorong strategi “the day after” di Gaza yang dianggap lebih mementingkan kepentingan Israel daripada hak rakyat Palestina. Benang merah dari pandangan Berkowitz adalah menempatkan Israel selalu benar dalam membela diri, sedangkan tuduhan kejahatan perang dipandang tak berdasar.
Meski ia mengklaim berpijak pada prinsip hukum perang dan etika politik, banyak pengamat menilai narasi just war yang ia bangun lebih merepresentasikan pembenaran politik ketimbang analisis etis yang seimbang. Pandangan inilah yang membuat publik Indonesia semakin keras menolak kehadirannya.