WARTAXPRESS.com – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Senin, 11 Agustus 2025, menyatakan bahwa Ukraina dan Rusia sebaiknya saling menyerahkan sebagian wilayah guna mengakhiri perang. Ia berencana membahas gagasan tersebut saat bertemu Presiden Rusia, Vladimir Putin, di Alaska pada Jumat, 15 Agustus 2025. Trump menyebut pertemuan itu sebagai uji awal untuk melihat kesediaan Putin berdamai.
“Dalam dua menit pertama saya mungkin sudah tahu apakah ada kemajuan atau tidak,” katanya di Gedung Putih, seraya menegaskan akan mendesak Putin menghentikan perang.
Ia menargetkan gencatan senjata cepat untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung tiga setengah tahun, dan bahkan mempertimbangkan pertemuan tiga pihak dengan Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Namun, kekhawatiran muncul dari sejumlah pemimpin Eropa. Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, dan Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menegaskan perdamaian harus dirumuskan bersama Ukraina, bukan dipaksakan.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, memperingatkan agar tidak memberikan konsesi kepada Moskow dan menekankan pentingnya gencatan senjata tanpa syarat dengan pengawasan serta jaminan keamanan. Uni Eropa juga sedang mempersiapkan sanksi putaran ke-19 terhadap Rusia serta meningkatkan bantuan militer ke Ukraina.
Zelensky sendiri menolak tawaran konsesi, menilai hal itu tidak akan mengubah perilaku Rusia, dan menuntut sanksi tetap berlaku hingga Ukraina mendapatkan jaminan keamanan.
Sejak invasi pada Februari 2022, Rusia menguasai sekitar 20% wilayah Ukraina. Trump mengakui akan ada pertukaran wilayah, meski tidak memerinci lokasinya. Sementara itu, Zelensky menggalang dukungan dari India dan Arab Saudi, sedangkan Putin berkomunikasi dengan Tiongkok, India, Brasil, dan negara-negara bekas Soviet. Pada 13 Agustus 2025, Jerman akan memimpin pertemuan virtual para pemimpin Eropa untuk memperkuat tekanan terhadap Moskow.
Rincian rencana pertukaran wilayah belum dipublikasikan. Utusan khusus AS, Jenderal (Purn) Keith Kellogg, sebelumnya mengusulkan pembentukan pasukan pertahanan NATO Eropa untuk menjaga garis depan dan zona demiliterisasi di Ukraina timur. Pada Juli 2025, Inggris dan Prancis membentuk koalisi lebih dari 30 negara guna menyusun strategi penguatan militer Ukraina. Kellogg juga menegaskan bahwa Ukraina tidak akan masuk NATO, sesuai salah satu tuntutan utama Putin.