Fernando juga mengkritik lemahnya pengelolaan aset publik yang seharusnya diatur dan dijalankan secara resmi melalui prosedur yang sah.
Ia menilai adanya indikasi pembiaran dari pihak Pemkot terhadap kelompok-kelompok ormas.
“Iya, mangkanya seharusnya seperti yang disampaikan wali kota, bahwa untuk lahan parkir kantor pemerintah itu harusnya dikelola perusahaan resmi,” jelasnya.
“Kemudian ada tahapan-tahapan yang dilakukan ketika mereka akan mengajukan pengelolaan terkait hal itu. Jadi ini bisa dianggap sebagai pembiaran kepada mereka,” lanjutnya.
Dalam penjelasannya, Fernando bahkan menyebut kasus seperti ini bukan hanya terjadi di RSU, tetapi juga di instansi pemerintah pusat seperti BMKG yang juga berlokasi di wilayah Tangsel.
“Jadi mungkin saja Pemkot tidak berani terhadap ormas-ormas ini. Contohnya BMKG kan termasuk wilayah Tangsel juga kan,” katanya.
“Walaupun bukan aset Pemkot Tangsel, tetapi bagaimana Pemkot Tangsel memahami yang terjadi kalau sampai kantor pemerintahan bisa dikuasai ormas sampai aset pribadi,” ujarnya.
Fernando menegaskan bahwa lemahnya kontrol dan ketidaktegasan Pemkot Tangsel bisa berdampak serius terhadap iklim investasi dan kenyamanan masyarakat.
“Jadi bagaimana masyarakat bisa hidup tenang, perusahaan bisa berinvestasi dengan baik, kalau seperti ini situasinya,” tutupnya