WARTAEXPRESS.com – Kalau Lu Gak bisa rekrut orang Lu akan mati, Kalimat itu bukan sekadar peringatan itu ultimatum dari neraka yang bernama scam center di Myanmar.
Noviana Indah Susanti, perempuan Indonesia yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Mengungkapkan kisah pilu nan mengerikan yang dialaminya selama lebih dari setahun menjadi tawanan jaringan penipuan daring lintas negara.
Dalam wawancara yang dilakukan Minggu, 13 April 2025, Noviana membuka semua luka yang selama ini tertutup.
Ia tidak hanya berbicara tentang tipu daya yang menyeretnya keluar negeri, namun juga tentang penderitaan yang tak terbayangkan oleh akal sehat manusia.
“Awalnya dijanjiin tempat tinggal, makan, dan kesehatan. Pokoknya semua ditanggung perusahaan,” katanya lirih. “Itu yang bikin saya tertarik, bukan karena gaji. Makanya orang-orang salah sangka, pikirnya karena iming-iming gaji besar, padahal bukan itu.”
Yang menanti Noviana dan ratusan WNI lainnya bukanlah pekerjaan layak, melainkan pemaksaan kerja di perusahaan penipuan daring atau yang dikenal dengan istilah scam judol (judi online).
“Ya ampun, dibawa ke negara konflik, kita itu dijual ke Myanmar. Kita dipaksa kerja di perusahaan scam,” ungkapnya.
Kekerasan menjadi menu harian. Hukuman awal berupa “pelatihan militer” berubah menjadi siksaan fisik brutal.
“Pas disiksa, ngelihat darah di lantai udah biasa,” katanya tenang, namun penuh luka.
Satu orang yang dianggap melanggar bisa disiksa oleh delapan hingga sepuluh orang dengan alat-alat penyiksaan seperti pipa besi, rotan, kawat, bahkan alat setrum.
Lebih dari itu, Noviana menyebut ada korban yang bahkan kehilangan organ tubuhnya.
“Saya dari Januari 2023 selalu diancam Kamu gak berguna, kamu akan saya jual. Mereka juga bilang, kalau saya bisa rekrut lima orang lagi, saya boleh pulang.”
Demi bertahan hidup, Noviana bahkan sempat membuat video permohonan pulang yang viral di media sosial.
Namun itu justru menjadi alasan ia dipukuli hingga babak belur.
“Kami dikumpulkan, dibilang semua bakal mati hari itu. Mereka tunjukin HP saya. Saya orang pertama yang dihajar.”
Kengerian belum berakhir. Noviana kemudian dijual ke Laos—bukan untuk bekerja, tapi untuk menjadi bagian dari jaringan penjualan organ.
“Kami pikir akan dijual lagi. Tapi setelah barang-barang dikemasi dan paspor diminta, tiba-tiba ada yang datang, pemimpin kami, dan kami dievakuasi.”
Ia kini selamat, namun trauma itu membekas.
“Tolong titip anak saya. Saya tidak tahu apakah saya bisa pulang ke Indonesia atau tidak,” ucapnya di akhir wawancara, sebelum menunduk dalam diam yang panjang.