WARTAXPRESS.com – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), Mufti Mubarok, secara tegas meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membatalkan kebijakan pemblokiran rekening nasabah yang tidak aktif.
“Segera dievaluasi atau lebih tepatnya dicabut karena kebijakan ini sangat meresahkan konsumen, terutama perbankan di mana sekarang ini terjadi ketidakpercayaan kepada perbankan,” kata Mufti dikutip dari dalam tayangan Metro Hari Ini, Metro TV, Kamis, 31 Juli 2025.
Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan keresahan publik.
“Kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif tanpa pemberitahuan yang jelas dan mekanisme pemulihan yang mudah bisa melanggar hak konsumen,” ujarnya.
Menurutnya, banyak masyarakat awam yang memiliki rekening pasif namun tetap menyimpan dana dengan tujuan tertentu, seperti dana darurat, tabungan pendidikan, atau keperluan jangka panjang lainnya.
Mufti juga mendesak agar PPATK berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankan nasional dalam menyusun regulasi yang adil dan transparan.
Ia menegaskan bahwa perlindungan konsumen harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan keuangan masyarakat.
“Ketika persoalan judol menjadi alasan, kemudian diblokir, tentu tidak sewajarnya dibebankan kepada konsumen atau nasabah karena memang mestinya PPATK tahu dan harus diberitahu. Misalnya kalau rekening-rekening yang nganggur ini dipakai untuk kepentingan judol tentu harus diberitahu lebih awal kan,” ungkapnya.
Isu ini tengah menjadi sorotan publik dan menuai kritik dari berbagai pihak. Banyak pihak menilai perlu adanya sosialisasi yang masif dan kejelasan prosedur sebelum kebijakan semacam ini diterapkan secara luas.
“kebijakan yang dibuat PPATK ini membuat masyarakat resah dan menarik semua uang yang ada di dalam rekening. Masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap perbankan,”katanya.
Masih di katakan Mufti, tindakan PPATK sangat mencederai Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, dan Undang Undang Perbankan. Sebab, perbankan seharusnya melindungi hak nasabah.
“Kita berharap dari BPKN menyerukan supaya ini segera dicabut. Alasan apapun tidak boleh konsumen atau nasabah menjadi korban karena ini tentu sangat bertentangan dengan HAM juga termasuk bagaimana kemudian hak-hak dasar manusia,”ungkapnya