WARTAXPRESS.com – Bupati Pati, Sudewo akhirnya memberikan tanggapan terkait ramainya protes warga atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 250 persen.
Sudewo menyatakan bahwa ia tidak melarang masyarakat untuk menggelar aksi unjuk rasa maupun melakukan penggalangan dana, selama kegiatan tersebut berjalan dengan tertib dan tidak disertai tindakan anarkis.
“Silakan mengumpulkan dana, silakan juga melakukan aksi, asalkan tertib. Setiap masukan dan kritik akan saya perhatikan, karena tujuan saya sepenuhnya adalah membangun Kabupaten Pati,” ucap Sudewo, dikutip dari Beritasatu, Rabu, 6 Agustus 2025.
Pernyataan itu disampaikan di tengah memanasnya situasi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, setelah ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu melakukan demonstrasi di sekitar kantor bupati untuk menolak kenaikan PBB yang dinilai memberatkan.
Sudewo juga menanggapi insiden penertiban air mineral oleh Satpol PP di halaman kantor bupati saat aksi berlangsung. Menurutnya, langkah tersebut diambil demi menjaga keamanan dan kelancaran pelaksanaan Kirab Boyongan HUT Pati yang digelar pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Mengenai alasan kenaikan PBB, Sudewo menjelaskan bahwa kebijakan itu diperlukan untuk mendukung pembangunan di sektor kesehatan dan infrastruktur, termasuk memperbaiki jalan-jalan yang mengalami kerusakan parah.
“Saya ingin memberikan fasilitas rumah sakit yang terbaik untuk masyarakat Pati, dan juga berupaya memperbaiki jalan yang kondisinya sangat buruk,” tegasnya.
Ia menambahkan, anggaran belanja untuk pegawai honorer serta Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) setiap tahun mencapai sekitar Rp 200 miliar. Sementara itu, kenaikan PBB hanya ditargetkan menghasilkan tambahan pendapatan sekitar Rp 36 miliar.
Sudewo juga mengingatkan bahwa selama 14 tahun terakhir, Kabupaten Pati tidak pernah menaikkan PBB. Padahal, undang-undang mengatur bahwa kenaikan seharusnya dilakukan setiap tiga tahun sekali.
“Sesuai undang-undang, PBB semestinya naik tiap tiga tahun. Faktanya, sudah 14 tahun tidak naik, artinya ada pelanggaran aturan,” ujarnya.
“Jika dihitung, kenaikannya bisa saja mencapai 1.000 persen. Namun saya memilih hanya menaikkan 250 persen sebagai bentuk kebijakan yang lebih bijak untuk warga,” tambahnya.