WARTAXPRESS.com – Dunia dagang global kembali diguncang. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengumumkan lonjakan bea masuk terhadap produk impor asal Tiongkok menjadi 125%.
Kebijakan yang mengejutkan sekaligus menyulut perdebatan panas di kalangan ekonomi dunia.
Langkah ini diumumkan hanya 13 jam setelah kebijakan tarif baru terhadap 56 negara mitra dagang, termasuk Uni Eropa, mulai berlaku tepat tengah malam.
Namun, tak disangka, Trump menarik rem darurat untuk sebagian besar negara memberi jeda 90 hari bagi para mitra dagang lainnya. Pengecualian mencolok? Tiongkok.
“Kami jelas mencoba mengirim pesan keras ke China,” ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih.
“Namun di sisi lain, kita juga harus meredam kepanikan dari dunia usaha dalam negeri.”
Para analis menyebut kebijakan ini sebagai manuver dua wajah di satu sisi mengobarkan tekanan terhadap Beijing, di sisi lain menawarkan ruang negosiasi kepada sekutu ekonomi lainnya.
Banyak yang menilai ini sebagai strategi “tongkat dan wortel” khas Trump, tapi dalam skala global.
Dampak langsung pun terasa. Bursa saham AS sempat mengalami guncangan hebat, namun perlahan mulai menyesuaikan diri.
Sementara itu, pelaku industri menahan napas, berharap periode 90 hari ini dapat membuka ruang diplomasi.
“Ini adalah pertaruhan besar. Jika China membalas lebih agresif, dunia bisa terjerumus ke spiral resesi yang lebih dalam,” kata Helena Brooks, analis ekonomi global di Nexus Strategies.
Langkah Trump memicu gelombang kecemasan di berbagai bursa dunia. Investor menganggap kebijakan ini sebagai bentuk ketegangan yang bisa mengancam stabilitas rantai pasok global. Pasar obligasi, meski disebut “indah” oleh Trump, juga menunjukkan tanda-tanda keresahan.
“Saya mengamatinya, tetapi jika Anda melihatnya sekarang, pasar obligasi saat ini sangat indah. Namun, saya melihat tadi malam orang-orang mulai merasa gelisah,” ungkap Trump dalam gaya khasnya yang ambigu namun penuh pesan tersirat.
Pengamat menilai keputusan ini bukan semata urusan ekonomi, tetapi juga mencerminkan ketegangan geopolitik yang kian menajam.
Perang dagang AS-Tiongkok yang sudah berlangsung bertahun-tahun kini memasuki babak baru lebih panas, lebih tajam.
Para pelaku industri berharap jeda 90 hari ini bukan sekadar taktik menenangkan pasar, tetapi dimanfaatkan untuk meredakan konflik melalui jalur diplomasi. Jika tidak, dunia mungkin sedang menyaksikan awal dari fase perang dagang yang lebih brutal.