WARTAXPRESS.com – Dunia ekonomi kembali berguncang setelah Presiden Donald Trump resmi memberlakukan tarif impor baru sebesar 104% terhadap produk asal Tiongkok, Rabu (9/4).
Tak tinggal diam, Beijing langsung merespons dengan menaikkan tarif balasan terhadap barang-barang dari Amerika Serikat hingga 84%.
Ketegangan dagang ini memicu gelombang volatilitas di pasar keuangan global, memukul harga obligasi dan menambah tekanan pada saham-saham utama.
Indeks Dow Jones sempat terseret turun sebelum kembali naik-turun dalam pola zig-zag yang menggambarkan kepanikan pasar. Sementara Nasdaq berhasil bertahan di zona hijau, S&P 500 nyaris datar.
Di sisi lain, pasar obligasi AS mengalami tekanan berat: imbal hasil (yield) obligasi 10 tahun melonjak ke 4,47%, mencatat kenaikan empat hari terbesar sejak krisis finansial 2008.
Di tengah gejolak ini, Presiden Trump menyerukan ketenangan kepada pelaku pasar. “Be cool,” ujarnya singkat namun penuh makna. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, turut menenangkan suasana dengan menyebut kondisi ekonomi “masih cukup baik.”
Pernyataan ini sedikit meredakan kekhawatiran setelah bos JPMorgan, Jamie Dimon, sebelumnya memperkirakan resesi mungkin tak terelakkan.
Namun, pasar tidak sepenuhnya terhibur. Kekhawatiran semakin membesar usai pemerintah AS memberi sinyal akan memperluas kebijakan tarif, termasuk pada produk farmasi.
Saham-saham besar di sektor tersebut seperti Merck dan Pfizer langsung merosot 3%.
Langkah balasan dari Beijing menunjukkan bahwa perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Dengan kenaikan tarif dari 34% menjadi 84% untuk barang-barang asal AS, China menunjukkan taringnya di hadapan kebijakan proteksionis Washington.
“Ini bukan sekadar adu tarif. Ini duel strategi dan ketahanan ekonomi jangka panjang,” kata analis geopolitik dari Beijing Economic Forum, Lin Wei.
ini melampaui batas negara Indeks saham Jepang anjlok hingga 3,9%, sementara bursa utama Eropa juga tergelincir nyaris 3%.
Bank of England memperingatkan bahwa potensi koreksi tajam masih tinggi, terutama jika situasi tidak segera mereda.
Sinyal kepanikan juga terlihat dari melonjaknya harga emas hingga menembus $3.100 per troy ounce, menjadi pelarian aman bagi investor.
Namun, minyak mentah Brent justru tergelincir ke titik terendah dalam empat tahun terakhir—tanda bahwa pasar memprediksi perlambatan ekonomi global.
Sebagai respons terhadap kebijakan terbaru Trump, lembaga investasi global Vanguard memangkas proyeksi pertumbuhan PDB AS tahun 2025 menjadi di bawah 1%, dari sebelumnya sekitar 2%.
Prediksi itu diasumsikan dengan harapan bahwa Presiden Trump akan melunakkan sikap tarifnya dalam beberapa bulan ke depan.